top of page

Kontak Perkasa | Indonesia akan Pelajari Revisi Konsensus AIPA

  • Writer: PT Kontak Perkasa Futures Sudirman
    PT Kontak Perkasa Futures Sudirman
  • Sep 20, 2017
  • 2 min read

Kontak Perkasa - Ketua Delegasi Indonesia untuk ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) Fadli Zon menyebut statuta konsensus yang berlaku di ASEAN tidak menguntungkan secara ekonomi. Dia menilai konsensus harus direvisi. "Harus (diamendemen). Saya kira harus dievaluasi ya. Meskipun semangatnya semangat konsensus, tetapi kita harus sepakati. Dan menurut saya, kalau misalnya ada suara, misalnya voting, itu harus berdasarkan jumlah penduduk. Tidak bisa dong Indonesia 1 (suara), negara-negara lain 1 (suara). Menurut saya. Demi kepentingan Indonesia juga," ucap Fadli di tengah rangkaian AIPA ke-38 di Hotel Shangri-La Makati, Manila, Selasa (19/9/2017). Menurut Wakil Ketua DPR ini, sistem yang berlaku di ASEAN justru merugikan dari segi ekonomi. Malah lebih bagus jika kerja sama ekonomi dilakukan secara bilateral saja. Di ASEAN saat ini berlaku regulasi Masyarakat Ekonomi ASEAN. "Kita dipakai pasarnya, sementara dari segi kompetisi kita bisa dikalahkan. Masak ada negara yang tidak punya gas, kita mengimpor gas dari negara itu? Masak ada negara yang tidak punya pohon kelapa sawit, dia bisa mengekspor kelapa sawit? Masak ada negara yang nggak punya pohon cokelat, bisa menjadi eksportir cokelat?" sebutnya. Fadli kemudian membandingkannya dengan World Trade Organization (WTO), yang lebih terbuka. "Di WTO, kalau perundingan-perundingan, negara-negara besar itu seenaknya kok. Negara-negara besar itu mereka berlaku kayak yang punya saja, WTO itu. Nah kita di ASEAN, seperti saya katakan, jangan sampai seperti kayak arisan," tegasnya. Tak hanya ekonomi, sistem non-interference juga membatasi ruang berpendapat. Konsensus dijadikan tameng untuk tidak saling mengintervensi urusan dalam negeri. Contohnya soal konflik kemanusiaan di Myanmar akibat pembantaian terhadap etnis Rohingya. Perdebatan justru dihindari. "Ini di ASEAN, di AIPA ini menghindari perdebatan, mencari titik temu konsensus, tetapi tidak menyelesaikan masalah. Ini yang menurut saya harus dievaluasi. Harusnya tidak ada masalah didebatkan. Kemudian kalau mengambil keputusan seperti apa, kalau bisa mayoritas, lebih bagus," kata Fadli lagi. Sebelumnya Vietnam sempat mengajukan revisi amendemen statuta AIPA namun tidak disetujui, karena pengajuan usulan melampaui batas waktu. Indonesia sendiri akan mempertimbangkan mengevaluasi konsensus dalam statuta tersebut. "Saya kira nanti kita pelajari. Kalau bisa statuta ya seperti itu. Kita ini kan tidak equal. Negara-negara yang ada di dalam AIPA ini kan yang betul-betul demokratis cuma beberapa negara: Indonesia, Filipina, Malaysia, kemudian Thailand masih dalam transisi, dan mungkin ada satu-dua negara lain, gitu ya," pungkasnya.

Comentários


bottom of page